Prosesi Adat Istiadat Pada Peristiwa Kematian


Prosesi Adat Istiadat Pada Penyelenggaraan Syariat Dan Pada Peristiwa Kematian

Pada setiap kematian kita di wajibkan untuk melaksanakan fardu kifayah, seperti memandikan, mengkafankan, menyelatkan, dan menguburkan. Setelah di kuburkan di bacakan talqin dan tahlilan. Adapun pelaksanaan tahlilan dari hari pertam sampai ke seratus adalah merupakan kebiasaan sejak dari dulu kemudian dipraktekkan oleh para ulama bagi keluarga yang berduka, pelaksanaanya biasanya dilakukan dari hari pertama sampai 10 hari. Cara pelaksanaanya dari pertama sampai ke 7 dilaksanakan tahlilan setiap malam, kemudian di malam ke 7 sampai ke 40 tahlilan setiap malam jum’at, dari 40 sampai 100 hari tahlilannya di lakukan setiap hari kesepuluh. Bersamaan dengan itu kebiasaan adat pad akematian ikut di laksanakan seperti penyampaian bahasa adat oleh salah seorang lembaga adapt sebelum doa arwah di mulai dihadapan pemangku adapt yaitu vovato dan lebe-lebe dalam hal ini pemerintah desa kecmatan dan kabupaten jika pada pelaksanannya hadir serta pegawai syar’I dan masih ada lagi prosesi adapt lainnya sebgai berikut.

  1. Selendang Putih (fuyango)
Dimaksudkan selendang putih (fuyango) dikenakan kepada keluarga yang berduka khusunya kaum perempuan sebagai tanda bahwa keluarga tersebut sedang mengalami musibah kematian dari salah satu keluarganya. Selendang tersebut dikenakan dan akan ditanggalkan setelah pelaksanaan doa arwah hari ke tujuh dengan istilah pipiah yang pada saat penaggalannya disertai dengan tum-itum atau hoivoto.

  1. Hidangan (paili)
hidangan atau paili ilah jenis-jenis makanan yang diatur pada talam yang diletakan dalam kamar persemayaman mayit, hidangan ini di bacakan doa tersendiri oleh imam atau pegai syar’I dalam kamar songkolua setelah doa arwah secra umum usai dilaksanakan yang kemudian paili tersebut disedekahkan oleh keluarga kepada oran gyang memandikan. Dalam hal ini dilakukan setiap pembacaan doa 3 hari, 7 hari, 40 hari dan 100 haril.

  1. Pinomarenta
maksdu dari pinomarenta adalah mengantar barang-barang pad ahari ke 10 setelah kematian kepad aorang yang memandikan mayat berupa pakaian, lampu dinding, periuk, piring, gelas, sendok, garpu, bantal keapala dan guling serta tikar. Pada saat pengantaran alat-alat tersebut oleh keluarga bersama orang-orang tua adat.

  1. Monaraka
Monaraka adalah prosesi adapt yang dilakukan oleh keluarga duku bersama lembaga adapt apabila yang meninggal itu suami dari seorang istri maka setelah genap 100 hari maka wanita yang suaminya meninggal dunia akan diserahkan kembali tanggung jawab yang sebelumnya tanggung jawab tersebut berada di tangan suaminya yang sudah meninggal, sehingga tanggung jawab keamanan dan keselamatan wanita janda tersebut menjadi tangguangan bersama kedua belah pihak yaitu pihak keluarga laki-laki dan keluarg awanita yang apa bila dikemudian hari ada anak lak-laki yang berminat untuk melamar di jadikan istri keluarga lakilaki dari mantan suaminya sehingga tidak keberatan apabila lamaran tersebut di terima oleh dirinya atau orang tuanya.

  1. Matubo
yang dimaksud dengan motubo ialah tanda yang dipasang di depan rumah sebagai israt keluarga tersebut mendapat musibah kematian, yang terbuat dari bamboo bertiang emapt mengerucut keatas dihiasi dengan janur kelapa, pada ujung atasnya di pasang bendera kain berwarna putih.

write by refly hertanto puasa
Share this article :
 

+ komentar + 2 komentar

14 Februari 2017 pukul 20.57

mau save dong kak, buat tugas

26 Februari 2017 pukul 10.10

save dong kak

Posting Komentar

 
Support by : Kakay Gembel | Putry | Zhafif
Copyright © 2011. Seni dan Budaya Bolmong Utara - All Rights Reserved
Template Modifi by Creating Website Published by Zhafif
Proudly powered by Blogger